Fiksi Mini: Laki-Laki Itu


Oleh: @ReztElliot


Yang laki-laki itu inginkan hanya kehidupan damai, tetapi kini yang ia inginkan adalah mati bersama dunianya.


Suara tangisnya meraung, hingga tenggorokannya kering. Mungkin jika ia paksakan untuk terus berteriak, pita suaranya yang akan jadi korban.

Pandangannya tertuju pada mayat kaku yang begitu ia kenali, wanita dengan rambut hitam panjang yang tampak berantakan. Perlahan tadi ia turunkan mayat yang tergantung pada tali di atap rumah mereka, perlahan ia tutup matanya yang terbelalak, perlahan ia hapus liur dan air mata yang mengalir. Yang bermakna sakit.

Istrinya telah mati, bersama dengan putra pertama mereka yang masih dikandung. Impiannya telah tamat, apa lagi hidupnya.

"Tenang saja, kami akan menjamin kesejahteraan keluargamu. Kami tahu istrimu sedang hamil, tidak mungkin negara mengabaikannya? Percayalah pada kami."

Adalah kesalahan terbesarnya percaya. Percaya pada mereka yang dikatakan sebagai pimpinan dari pengabdi negara, percaya pada mereka yang dikatakan sebagai saudara seperjuangan.

"Kita semua tahu jika dia bersalah, jika dia benar-benar gunakan obat-obatan terlarang. Kita semua tahu jika kau tidak ada hubungannya dengan semua ini. Tapi, dia adalah putra dari komandan besar pasukan pelindung negara. Mau ditaruh di mana muka kita sebagai pelindung negara, Van? Ini adalah jalan satu-satunya, hanya 6 bulan. Setelahnya masalah ini selesai, kau bisa kembali pada keluargamu. Dan aku berjanji, sebagai pengabdi negara, sebagai atasanmu, akan aku berikan kau bantuan untuk kenaikan jabatanmu tahun depan. Dan aku juga berjanji akan terus berikan tunjangan selama setahun penuh! Meski masa tahananmu berakhir, tunjangan akan tetap berjalan."

Adalah kesalahan terbesar keduanya terbujuk pada rayuan, termakan pada kemudahan yang ditawarkan. Sifat dasar manusia untuk menyenangi jalan singkat.

"Maafkan aku, aku bukan istri yang kuat. Aku tidak bisa menunggumu kembali, aku tidak bisa menahan penderitaan dan rasa malu ini lebih lama. Aku tidak tahu bagaimana aku harus menghadapimu nanti, aku lemah saat mereka membawa namamu untuk mengancamku. Aku tidak bisa menolak mereka menyentuhku, aku terlalu malu padamu, pada duniamu. Aku, istrimu yang mencintaimu."

Ia gigit lidahnya ketika kata demi kata ia baca, ribuan pisau menghujani dadanya, jantungnya, sakit. Ia begitu murka. Pada apa? Pada siapa?

"Ini hanya kecelakaan Arvan, untuk apa kau membicarakannya lagi? Istrimu bunuh diri, kami berusaha menjaganya semaksimal mungkin. Sungguh Arvan, tidak ada saudaramu yang mau menyentuh istrimu kalau tidak digoda lebih dahulu. Mungkin, ini petunjuk Tuhan, memberitahumu jika dia bukan istri yang baik."

Tidak ada tatapan penyesalan, tidak ada kata lembut menyesali. Yang ia dengar hanya omong kosong dan tawa penuh sindiran karna mau-maunya ia percaya. Kesedihannya sudah tidak tertampung lagi.

Ia tarik benda mati dari sakunya, jarinya menekan pelatuk, singkat merampas nyawa pria yang dulunya begitu ia hormati: pimpinannya. Sedihnya hilang, penatnya hilang, kecewanya hilang.

Ia menari, tubuhnya kaku dan tidak gemulai, jarinya terus menekan, terus merampas nyawa siapa saja yang hadir di sana. Suara teriakan, aroma mesiu dan darah menggenang. Ia lihat istrinya, melambai bersama anak mereka.

Lelaki ini tidak bersedih lagi.
Yang ia rasakan kini hanya sukacita yang mengobati lukanya.


Palembang, 30-03-2020



ReztElliot.
I love coffee, good books and good people.

Share:

2 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis