Cerpen : Kolam Surga

 


Oleh: @pelicinjalanan

Hari ini adalah hari perdana pembukaan metode rehabilitasi terbaru di tempat praktik Arjuna, seorang neurolog dan psikolog tampan yang namanya terkenal seantero kota. Ia menamai metode barunya itu Kolam Surga.

Metode baru ini secara khusus ditunjukkan pada para pelaku kejahatan yang ingin berubah menjadi manusia baik-baik yang tidak pernah terpikir sedikit pun untuk melakukan tindak kriminal lagi atau bisa juga digunakan untuk orang yang ingin menyucikan pikirannya dari segala sesuatu yang berkaitan dengan tindak kejahatan.

Mantan pelaku kejahatan yang ingin menjalani rehabilitasi ini akan diminta untuk berendam atau berenang di dalam kolam dengan syarat kepala mereka juga ikut terbasuh oleh air di dalamnya. Berikutnya, air kolam itu akan mencuci seluruh sel-sel di dalam tubuh mereka yang mengandung sari pati kejahatan. Alhasil, mereka akan terlahir sebagai manusia baru yang tak mengenal kejahatan.

Arjuna belum sempat melakukan uji coba terhadap metode barunya itu. Tapi ia begitu yakin, tak akan ada yang salah dengan produk buatan rekan-rekannya di divisi riset dan teknologi surga. Sebelumnya, kawan-kawannya yang lain sudah membuatkan alat-alat canggih untuk mendukung pekerjaannya. Mereka menciptakan kacamata untuk menembus pikiran manusia, pena surgawi yang hasil tulisannya mampu memberikan sugesti positif bagi yang membacanya, dan terakhir adalah membawa air suci dari surga untuk kolam pencuci otak ini. Jika nanti ia kembali ke surga setelah masa percobaanya ini selesai, Arjuna akan langsung memeluk kawan-kawannya itu. Yah, sembari menunggu hari kiamat tiba, mereka semua ingin membantu manusia untuk menyucikan diri dari dosa. Ia menyukai manusia dan berharap jumlah meeka di neraka tidak terlampau banyak.

Di dalam balutan jas putih panjang dan di balik meja kerjanya, ia masih menunggu pelanggan pertama mengetuk pintu kantornya. Fakta menunjukkan bahwa kota ini mempunyai angka tindak kejahatan yang tinggi membuatnya yakin Ia tidak akan kesulitan untuk segera memperoleh pelanggan nomor satu.

Setidaknya, hari itu Arjuna harus menunggu hingga pukul sebelas malam untuk mendapatkan pelanggan pertamanya. Winry, wanita penerima tamu di lantai satu yang lebih sering cemberut ketika menerima tamu, mengantarkan pelanggan pertamanya ke ruang kerjanya di lantai empat.

"Kau masih terima pasien kan, dokter?" Nada wanita itu sama sekali tak ramah dan bersahabat, seperti biasanya. Arjuna ingin segera melihat rekannya dari divisi pencabut nyawa menggorok leher wanita itu karena ia muak menjumpai raut wajah Winry yang tak mensyukuri pekerjaannya. Sebagai catatan, malaikat tak suka orang yang tak pernah mengucap syukur atas nikmat Tuhan.

"Tentu saja. Kau bisa segera tinggalkan tempat ini setelah kau mempersilakan pasienku masuk."

Pelanggan pertamanya adalah orang yang wajahnya tak asing lagi bagi Arjuna dan juga seluruh warga kota. Roy Albright adalah walikota yang baru menjabat selama satu bulan di kota ini. Pria 35 tahun itu memenangkan pemilihan umum dengan jumlah suara dominan alias lebih dari lima puluh persen. Arjuna juga memilih pria ini dalam pemilihan tempo hari.

"Selamat malam, Dokter Arjuna. Apakah aku menunda jam pulangmu malam ini?" ujar sang pemimpin kota dengan nada yang begitu ramah dan bersahabat.

Arjuna pun menyambut sikap hangat sang walikota dengan hangat juga. Gerak-gerik Roy Albright begitu berwibawa di mata Arjuna. Senyuman di bibirnya, pembawaannya, hingga caranya duduk membuat Arjuna tak menyesal telah memilihnya kemarin.

"Apa yang bisa kubantu, Pak Walikota? Anda datang ke tempatku malam-malam begini tentu ada sesuatu yang penting," tanya Arjuna seraya menyandarkan bahunya pada sandaran kursi kantornya. Fakta bahwa seorang walikota yang baru satu bulan menduduki jabatannya mendatangi tempat praktiknya yang menyediakan fasilitas pembersih otak dari hal-hal buruk memancing tanya dalam benak Arjuna.

"Sebelum aku bicara, aku ingin memastikan bahwa percakapan kita ini tidak direkam oleh siapa pun dan apa pun." Nada suara sang walikota sedikit mengecil. Senyum ramahnya yang tadi sekarang ini lebih bermakna sebagai sebuah seringai yang diperuntukkan untuk mengajak seseorang melakukan sesutu yang tidak seharusnya dilakukan.

Menanggapi pernyataan sang walikota, alis Arjuna berjengit. Ada sesuatu yang tidak beres dari seorang Roy Albright.

"Tentu saja tidak."

"Bagus." Sang walikota mengangguk puas sembari tersenyum. "Bukankah kau menawarkan metode untuk mencuci otak kita dari segala hal buruk? Aku ingin kau melakukannya untukku."

Dasar pejabat, Arjuna bergumam dalam hatinya disertai tawa sarkatis.

"Kalau begitu, ceritakan kepadaku apa yang telah Anda lakukan?"

"Kemarin aku dibayar oleh salah satu bos pabrik minuman keras agar perusahaannya bisa mendirikan pabrik di kota ini. Sebetulnya berat bagiku untuk menerima uang itu, tapi hatiku tetap ingin menerimanya dan aku mengambil keputusan bahwa ini adalah tindakan kriminal yang pertama dan terakhir dalam hidupku."

Perubahan langsung terjadi pada pendapat Arjuna perihal sosok Roy Albright. Sekarang Ia menyesal telah memilih seorang yang nyatanya telah menerima suap di awal masa jabatannya.

"Jadi, Anda memintaku untuk menghilangkan hal-hal yang berhubungan dengan korupsi, kolusi, dan sejenisnya dari pikiran Anda?" tanya Arjuna, memastikan bahwa apa yang dipikirkannya tidak salah.

"Tepat. Bisa kita mulai sekarang? Aku khawatir ada wartawan yang mengetahui keberadaanku di sini."

"Tenang saja. Rahasia Anda akan aman di sini." Arjuna mengirimkan senyum yang menenangkan dan penuh keyakinan. Tapi, akan menarik juga jika ada wartawan yang mengetahui semua ini. Jika ada wartawan yang mencium kedatangan walikota ke sini dan menjadikan ini sebagai tajuk utama pada halaman muka surat kabar, rakyat mungkin akan langsung melakukan kudeta.

"Mari ikuti saya, Pak Walikota." Arjuna bangkit dari kursi kantornya yang nyaman dan walikota mengekori. Mereka berdua melewati koridor lantai empat yang sudah sunyi. Lantai empat di rumah sakit ini diperuntukkan untuk ruangan operasi dan sejumlah ruangan yang biasa dipakai untuk berbagai macam terapi fisik maupun psikologi.

Derap kaki mereka di atas marmer berwarna krem pucat berakhir di depan sebuah ruangan beremblem 'Ruang Rehabilitasi'.

"Silakan masuk, Pak Walikota."

Yang paling mencolok dalam ruangan itu adalah keberadaan sebuah kolam renang ukuran mini di tengah ruangan. Selebihnya tak ada lagi perabot yang dapat dijadikan pembeda dengan ruangan lain kecuali kolam berenang itu sendiri. Dinding serta pijakan ruangan tersusun dari keramik berwarna merah muda yang tampak lembut. Sebuah sofa kulit sintetis bernuansa cokelat berdiri di sudut kiri ruangan.

Air dalam kolam mini itu mengebulkan asap dan memancarkan aroma melati yang menyegarkan, tak heran karena air ini dibawa dari sungai yang mengalir di nirwana. Ekspresi wajah sang walikota tampak bingung dan penuh pertanyaan. Arjuna menangkap bahwa pria ini mengira bahwa air dalam kolam ini adalah air bersuhu seratus derajat celcius dan ia akan diminta untuk berendam di dalamnya.

"Apa aku akan berendam di dalam air mendidih itu?" tanya sang walikota, telunjuknya terarah pada air kolam yang juga memunculkan buih di permukaannya. Rasa risau terasa dari raut wajah walikota yang sudah menikmati suap itu.

"Air itu bukan air yang baru mendidih. Hanya air hangat biasa yang akan membuat Anda santai ketika berada di dalamnya. Anda harus berendam selama kurang lebih sepuluh menit di dalam air dan usahakan kepala anda sesekali juga ikut terendam."

"Kau bersumpah air itu aman untukku?" Roy Albright kembali mengajukan pertanyaan dan arah pandangannya sama sekali tak beranjak dari kolam pencuci otak itu. 

"Tenang saja. Saya menjamin kesalamatan Anda," ujar Arjuna. Tampilan senyum dan nada suaranya begitu meyakinkan. Ia ingin segera melihat bagaimana barang berlabel made in heaven ini bekerja.

Setelan perlente berupa jas hitam, kemeja putih, beserta dasi merah dilepaskan secara halus dan perlahan oleh Roy Albgriht dari tubuhnya yang tak terlalu menawan, dan semuanya digeletakkan begitu saja di atas lantai keramik. Dengan gerakan yang terkesan ragu dan penuh kewaspadaan , ia duduk di pinggir kolam dan mencelupkan sepasang telapak kakinya yang sudah telanjang.

"Bagaimana, Pak Walikota? Airnya tidak panas kan?" ujar Arjuna yang maksud pertanyaannya itu hanya basa-basi belaka.

Roy Albright tersenyum lega. Ia menceburkan dirinya ke dalam kolam dan berenang dengan mempraktikkan gaya punggung. Permukaan air mulai menghitam seakan yang baru masuk ke dalamnya adalah manusia yang baru saja berendam dalam gundukan debu.

Sang Neurolog tersenyum puas. Air yang menghitam itu adalah tanda bahwa hal-hal buruk dalam kepala Roy Albright telah dibersihkan.

Produknya sukses.

Esok harinya Roy Albright kembali muncul di hadapan Arjuna. Mimik wajahnya tak secerah ketika berkunjung kemarin. Cemberut dengan sedikit campuran rasa kesal. Arjuna yang saat itu sedang membaca rekam medis pasien lain cukup terkejut dari kursi kantornya

"Aku ingin minta penjelasan darimu. Kenapa hari ini aku masih mau menerima suap dari pihak swasta? Seharusny aku sudah bersih dari hal-hal semacam itu!" ujar Sang walikota sembari tetap berdiri di hadapan meja Arjuna.

Dalam hati, Arjuna bertanya-tanya sekaligus tertawa. Apa ada yang salah dengan alat buatan surga itu? Ia juga tertawa karena walikota yang menjadi harapan baru warga kota untuk masa depan yang lebih baik ternyata sudah dua kali menerima suap.

"Er, jujur saja aku sendiri tidak tahu. Bagaimana kalau kita mencobanya sekali lagi?" Arjuna melayangkan kalimatnya dengan senyum yang tulus dan menenangkan sebab ia bisa menangkap perasaan idak senang dari sang walikota. Jika ditangani dengan cara yang salah, bisa saja besok ia akan kehilangan izin prakteknya.

Beruntung, Sang Walikota menerima usulannya. Mereka kembali ke ruangan rehabilitasi dan Roy Albright kembali merendam tubuhnya di dalam air suci dari surga itu. Hasilnya pun sama seperti dua hari yang lalu. Air lambat laun menjadi keruh, hasil dari pencucian hal-hal negatif di dalam pikiran Roy Albright.

Selama proses pembersihan berlangsung, Arjuna mengamati dengan begitu teliti dan membuat kedua alisnya bertaut membentuk huruf v. Apa yang salah? Apa mungkin proses pembersihan tempo hari gagal karena si pasien berendam terlalu cepat sehingga penyuciannya tidak sempurna? Atau mungkin kemarin kepala sang walikota tidak terendam sepenuhnya di dalam air sehingga air itu tak menyentuh seluruh sel-sel yang ada di dalam otaknya?

Lima belas menit berlalu dan sang walikota keluar dari dalam kolam. Dengan tubuh yang masih ditempeli sisa-sisa air, ia menunjukkan tatapan sengit pada Arjuna.

"Aku harap kali ini berhasil, dokter," ujarnya sebelum ia berlalu dari hadapan Arjuna dan meraih handuk putih yang tergantung di tembok ruangan guna menyeka butiran air dari raganya.

Arjuna tak ingin menanggapi dan jika ingin bicara pun, ia tak tahu apa yang harus ia bicarakan. Ia masih tenggelam dalam pikirannya.

Satu minggu berlalu, Roy Albright kembali datang. Siang hari menjelang makan siang, Sang Walikota sudah berdiri di hadapan Arjuna sembari menggenggam sebuah map yang kemudian ia lemparkan tanpa sopan santun pada Arjuna.

"Ada apa ini, Pak Walikota?" Wajah Arjuna mendadak pias. Bersamaan dengan itu, senyum sarkatis ditunnjukkan oleh Roy Albright kepadanya.

"Aku mencabut izin praktikmu untuk sementara waktu. Kau jelas-jelas menipuku. Buktinya, kemarin malam aku menerima suap lagi!!" Roy Albright menodongkan jari telunjuknya ke arah Arjuna dan bergoyang dengan irama yang disesuaikan dengan nada suaranya yang tak terdengar halus di telinga.

"Awalnya, aku bisa menolak tawaran suap itu. Pikiranku sudah menganggap bahwa menerima suap itu adalah hal yang negatif tetapi hatiku mengatakan untuk menerima hal itu"

"Maafkan aku, Pak Walikota. Aku akan mengevaluasi metode penyembuhanku ini," jawab Arjuna, singkat.

Sang Walikota meninggalkan ruangannya begitu saja tanpa menoleh sedikit pun. Arjuna menyandarkan pundaknya yang tegang, terutama tengkuknya yang terasa berat. Pandangannya kosong, tertuju pada langit-langit putih. Wajah rekan-rekannya di divisi riset dan teknologi terbayang di dalam pikirannya. 

Mereka telah salah perhitungan. Ia menyadari hal itu ketika walikota menghardiknya barusan.

Yang mereka lakukan dengan air suci dari surga itu hanya membersihkan otak manusia. Ada satu bagian penting dari manusia yang sebenarnya merupakan bagian terpenting dari pembentukan tabiat serta jalan hidup mereka.

Dan jika bagian itu tidak ikut dibersihkan, manusia tentu tidak akan berubah.

Bagian itu bernama hati nurani.

**

 @pelicinjalanan adalah penulis part time dan pengangguran full time. Ingin buat serial komik webtoon tapi enggak bisa gambar. 

Share:

1 comment :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis